Tuesday, December 20, 2011

Belajar dari Daun

Ketika membaca tulisan ini, saya jadi teringat motto hidup saya selama ini.. "Khairunnas anfa’uhum linnas", ya saya ingin bermanfaat untuk orang lain.. Semoga saya bisa seperti daun yang sejak masih hidup hingga akhir hidupnya masih terus bermanfaat untuk orang-orang di sekitar saya.. :)

dakwatuna.com - “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 190-191).
Saudaraku, apa yang kau rasakan saat membaca ayat tersebut? Adakah kau merasakan ajakan Allah Azza wa Jalla untuk memikirkan ciptaan-Nya, yang mana bila kau lakukan maka Dia akan memberi tanda/petunjuk-Nya padamu?
Bila kita merenungi ayat tersebut kemudian mencoba mengikutinya maka akan terasa tanda-tanda itu bicara pada kita. Sebagai contoh sederhana, kau tahu daun kan? Saking banyaknya daun di sekitar kita, mungkin kita tak pernah memikirkan pelajaran apa yang dapat kita petik dari kehidupan daun.
Mungkin saat mengenyam ilmu di sekolah atau kampus yang berkaitan dengan ilmu biologi atau pertanian, ada sedikit pengetahuan akan kehidupan daun kita peroleh dari ulasan guru atau dosen, baik tentang proses fotosintesis, kemanfaatannya buat alam, manusia, hewan juga tanaman itu sendiri. Tetapi bisa jadi kita menelaahnya hanya sebatas itu, tanpa pernah menyentuh hal ini dari sudut pandang iman.
Oleh karenanya Saudaraku, mari sejenak kita perhatikan daun. Ya, sejenak saja dari sekian banyak waktu yang kau habiskan dengan segala rutinitasmu. Kau pasti tahu bahwa sang daun sejak tumbuh ia memiliki peran penting untuk proses kehidupannya sendiri dan tak diragukan lagi teramat banyak manfaat bagi sekitarnya termasuk untuk kita. Kau pun pasti sangat paham saat sang daun luruh ke bumi, ia tetap memberi manfaat sebagai humus yang menyuburkan tanah.
Tidakkah kita bisa mengambil hikmah/pelajaran dari siklus hidupnya ini? Ada sebuah tanda yang Allah tunjukkan pada kita tentang kehidupan daun. Mari kita garis bawahi, bahwa sejak tumbuh hingga luruh ke bumi ia bermanfaat untuk sekitarnya.
Tidakkah kita menginginkan kehidupan kita bisa bermanfaat seperti kehidupan sang daun? Di mana hal ini selaras dengan apa yang diriwayatkan dari Jabir berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)
Mari sejenak kita renungi pula hadits ini, dari Ibnu Umar bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? dan amal apakah yang paling dicintai Allah swt?” Rasulullah saw menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beri’tikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)
Mereka, kata Rasulullah, adalah sebaik-baik manusia. Mereka mendapatkan cinta Allah karena kebaikan dan manfaat hidupnya terhadap orang lain. Para sahabat pada masa Nabi memahami secara mendalam sebuah kaidah usul fiqih yang menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri.
Tidakkah kita ingin mendapat cinta Allah dengan menjadi bagian dari “Khairunnas anfa’uhum linnas?” Kurasa tak ada seorang pun yang tak menginginkan dicintai Allah. Bila demikian, mari kita tengok diri kita, apa saja yang sudah diperbuat sepanjang perjalanan hidup kita, adakah yang kita lakukan telah bermanfaat tak hanya untuk diri pribadi tetapi berguna pula untuk orang lain? Bagaimana peran kita selama ini sebagai anak, sebagai suami atau istri, sebagai ayah atau bunda, sebagai bagian dari masyarakat, sebagai pengajar, pekerja, pedagang, pencari ilmu, atau peran apa pun yang saat ini sedang dilakoni? Dan, apa pula yang kita ingin orang lain sebutkan tentang diri kita saat meninggalkan kefanaan dunia?
Bila perjalanan hidupmu Saudaraku… masih sama denganku, masih jauh dari bermanfaat untuk sekitar, mulai saat ini mari menyusun langkah dan menata aktivitas kita dengan berorientasi pada kemanfaatan untuk orang banyak. Dengan segenap potensi yang Allah karuniakan, mari kita berjuang menjadi pribadi yang dicintai-Nya.
Indah sekali rasanya bila hidup kita diwarnai semangat untuk selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain. Elok juga rasanya bila ajal telah tiba mengakhiri aktivitas kita di dunia, namun nilai kemanfaatan dari apa yang kita lakukan tetap dirasakan oleh mereka yang masih berkelana di dunia.
Sungguh sangat bermakna pula ketika kita dapat memikirkan tanda-tanda dari ciptaan-Nya, seperti sang daun itu. Mari kita segera bergerak untuk belajar pada kehidupannya: dari tumbuh hingga luruh meninggalkan manfaat untuk sekitar.
Menyambut tahun baru Hijriyah yang sebentar lagi akan kita songsong, mari hadirkan dalam hati tentang kehidupan sang daun dan merefleksikannya dalam tingkah laku kita. Menjadikan ia bagian dari inspirasi hidup kita. Semoga dengan mengingat dan belajar pada salah satu ciptaan Allah ini, membuat kita terpacu menjadi bagian dari Khairunnas anfa’uhum linnas.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/16738/belajar-pada-kehidupan-sang-daun/#ixzz1gqsBXgH7

Ibu-Juara Nomor 1 di dunia

dakwatuna.com - Tadi pagi saya melihat perempuan setengah baya yang berpakaian ketat bak anak muda dan makeup yang cukup tebal. Saya taksir usianya jauh lebih muda dari ibu saya, tapi dari garis wajahnya nampak perempuan itu terlihat lebih tua. Apakah faktor makeup yang terlalu tebal atau pakaian yang terlalu ketat. Bukan bermaksud untuk membandingkannya dengan ibu saya. Bukan pula mengkritik penampilannya yang tidak sesuai syariat, hanya saja saya ingin berucap Alhamdulillah yang tanpa henti karena Allah telah menganugerahkan seorang ibu yang luar biasa kepada saya.
Dulu, perilaku saya tak jauh berbeda dengan anak lain di masa kecil dan menginjak remaja, nakal dan suka menentang orang tua terutama ibu saya. Sikap pemberontak yang tumbuh pada diri remaja membuat saya seringkali mengabaikan perkataan ibu saya meskipun tidak sampai berlebihan.
Namun waktu memberikan penyadaran kepada saya, seiring bertambahnya usia dan pemahaman saya akan agama dan kehidupan yang telah dan akan dilalui. Ketika mata hati saya mulai terbuka, bahwa selama ini ada sosok perempuan mulia yang seringkali saya abaikan dan tinggalkan untuk kesibukan saya sendiri. Perempuan mulia itu, yang rambutnya kini telah di tumbuhi uban dan raut wajahnya yang tak sehalus dahulu masih saja menunjukkan ketulusannya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Meskipun terkadang balasan dari ketulusannya itu adalah sikap tak acuh dari saya.
Saya pun menyesal ketika mengingat bahwa dulu saya seringkali menyakiti hatinya hingga menangis karena perbedaan pendapat di antara kami. Saya berusaha memperlakukannya dengan baik sesuai kemampuan saya.
Pujian yang tak terhingga kepada Rabb semesta alam kini terus terpatri di sanubari, anugerah keindahan duniawi dan ukhrawi yang nampak samar namun begitu terasa kehangatannya. Sesosok ibu yang sederhana yang tidak pernah silau akan kemegahan dunia. Tatkala banyak ibu-ibu lain yang memiliki tuntutan tinggi kepada anak-anaknya untuk di belikan baju dan makeup ataupun makanan kesukaannya dan hal-hal keduniawian lainnya, tapi tidak dengan ibu saya. Baginya apa yang ada, syukurilah. Nikmatilah apa yang ada dan tidak perlu mengada-adakan apa yang tidak ada. Walaupun kadangkala saya sering merasa kesal tatkala tidak di izinkan membeli baju baru dengan alasan stok baju saya banyak dan masih bagus-bagus. Tapi akhirnya saya menyadari, perbedaan antara nafsu dan kebutuhan. Seringkali nafsu itu memaksa saya untuk terus membeli barang yang kurang berguna meskipun sebenarnya barang tersebut masih layak pakai.
Siti Kalimah, demikian nama perempuan yang mengandung saya selama sembilan bulan dalam rahimnya dengan berletih-letih dan kemudian berjuang mempertaruhkan nyawanya demi kehadiran saya di dunia ini. Ibu saya memiliki empat orang anak dan saya adalah bungsu perempuan dengan tiga kakak laki-laki. Karena itulah saya yang paling dekat dengannya.
Kasih sayangnya luar biasa. Bahkan hingga sebesar sekarang, perlakuannya masih saja seperti memperlakukan anak-anaknya layaknya anak kecil. Ia tak akan bisa makan enak, manakala anaknya tidak ikut mencobanya. Sedikit pun yang makanan yang ia dapat dari suatu acara, pasti akan di bawa pulang untuk di makan anak-anaknya. Ia tak akan bisa tidur, manakala anaknya belum pulang dan tak ada kabar. Ia tak akan bisa tenang, bila terjadi sesuatu dengan anak-anaknya. Ia tidak akan segan turun tangan bila ada seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Kemarin, ketika hari raya Idul Adha, alhamdulillah kami mendapat bagian daging yang cukup banyak. Karena rasa kasih sayangnya yang begitu tinggi, dia pun membagikan daging yang telah di masak kepada abang saya yang telah menikah dan bertempat tinggal di daerah Bekasi dan Tangerang dengan datang langsung ke sana. Jarak yang lumayan jauh dari kediaman saya di daerah Grogol. Dan jarak bukan jadi penghalangnya ketika ia bisa menumpahkan segala kekhawatirannya memikirkan apakah anaknya ikut menikmati daging qurban atau tidak. Terdengar sepele tapi memiliki makna yang sangat dalam bagi saya.
Saya sempat berfikir, Subhanallah. Ibu saya tidak lagi muda, usianya sudah mencapai setengah abad lebih, namun perhatiannya kepada anak-anaknya membuat saya tersentuh. Saya pun berfikir, saya ingin menjadi seperti dia kelak.
Bagi saya, dia adalah sosok perempuan shalihah yang taat pada suami. Selalu sabar dan bersyukur dengan apa yang ia terima. Tidak pernah mengeluh. Tidak pernah menunjukkan kekurangan yang sedang di alami ataupun kesedihan yang sedang di rasa. Sosok perempuan desa perkasa yang tak pernah melemahkan dirinya sendiri. Sosok perempuan mandiri yang akan melakukan sesuatu sendiri selagi ia mampu. Sikapnya yang ramah dan penuh ketulusan khas wanita jawa, membuat ia banyak di sukai. Ia merupakan sosok yang mudah bergaul dan ringan tangan.
Memang manusia tak pernah lepas dari khilaf dan salah, namun dengan banyaknya kelebihan yang dimiliki ibu saya sebagai seorang wanita seakan tak mampu untuk mengurangi rasa syukur saya karena di anugerahi seorang ibu seperti beliau.
Darinya saya pertama kali mengenal bagaimana cara shalat, belajar puasa di usia lima tahun dan membaca al Qur’an. Darinya saya mulai mengenal angka, huruf dan berhitung. Darinya saya belajar bagaimana mensyukuri hidup. Darinya pula saya belajar bagaimana menjadi seorang istri yang baik dan ibu yang selalu di cintai anak-anaknya.
Semoga saya mampu menjadi penyejuk hati beliau dan dapat membahagiakannya dengan izin Allah. semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayangNya kepada beliau. Aamiin.
Ini adalah puisi yang saya dedikasikan kepada ibu saya tercinta :
Dia tak mengenal cinta
Namun sedalamnya makna telah tergores
Wujud kesetiaan nan abadi
Cermin luhur perilaku masa lalu
Hatinya sedalam samudera
Sebongkah misteri tiada terpecah
Hanya bahagia tersirat
Sedang duka entah ke mana
Bagai berlian di bebutiran pasir pantai
Bersinar meski terabaikan
Sungguh tak akan padam
Di hati para kaum tiran
Keluguan wanita ayu
Tak terbalut tirai palsu
Gilasan roda-roda zaman
Dia mampu bertahan
Sebuah ketulusan terpancar
Hanya ingin bersinar
Bilakah gelap
Hanya dia seorang
Untaian kata-kata terindah
Terhaturkan untuknya seorang
Cinta kasih sepanjang zaman
Tak terbalas intan berlian


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17142/ibu-juara-no-1-di-dunia/#ixzz1gqtnAeEm

Saturday, December 17, 2011

JANJI

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca Koran,
"berapa lama lagi kamu baca Koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu
tersayang untuk makan."

Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya,namanya Sindu
tampak ketakutan air matanya mengalir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno mereka percaya sekali kalau
makan curd rice ada "cooling effect".

Aku mengambil mangkok san berkata, "Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah."

Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air Mata dengan tangannya Dan berkata, "boleh ayah akan aku makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi semuanya akan aku habiskan, tapi aku akan minta..." agak ragu2 sejenak... "...akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan Ku?"

Aku menjawab, "Oh pasti sayang".
Sindu tanya sekali lagi, "betul ayah?"
"Yah pasti.." sambil menggenggam tangan anakku yang kemerahmudaan dan
lembut sebagai tanda setuju. Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama,istriku menepuk
tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "janji" kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: "Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang Mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang." Sindu menjawab, "jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 Mahal kok."

Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya dia mendekatiku dengan
Mata penuh harap dan semua perhatian (aku ,istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya.

Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin pada Hari Minggu.
Istriku spontan berkata, "permintaan Gila, anak perempuan dibotakin,tidak mungkin!" Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga Kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan Kita.
Aku coba membujuk: "Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak." Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, "tidak Ada 'yah, tak Ada keinginan lain," kata Sindu.

Aku coba memohon kepada Sindu, "tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami."
Sindu dengan menangis berkata, "ayah sudah melihat bagaimana menderitanya aku menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan aku kenapa ayah sekarang mau menarik perkataan Ayah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa Kita harus memenuhi janji Kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala ) untuk memenuhi janjinya raja real memberikan tahta, kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri."

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, "janji Kita harus ditepati." Secara serentak istri dan ibuku berkata, "apakah aku sudah Gila?"

"Tidak," jawabku, "kalau Kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri." "Sindu permintaanmu akan kami penuhi."

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar Dan matanya besar Dan bagus.
Hari Senin aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya Dan melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya. Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak, "Sindu tolong tunggu saya." yang mengejutkanku ternyata
kepala anak laki2 itu botak aku berpikir mungkin "botak" model jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari Mobil Dan berkata,
"anak anda,Sindu benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia." Wanita itu berhenti berkata-kata, sejenak aku melihat air matanya mulai melelh dipipinya " bulan lalu Harish tidak masuk sekolah,karena chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi kesekolah takut diejek oleh teman2 sekelasnya. Nah, Minggu lalu Sindu datang ke rumah Dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi.

Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan Dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia."
Aku berdiri terpaku Dan tidak terasa air mataku meleleh. "Malaikat kecilku tolong ajarkanku tentang arti sebuah kasih."

Sumber: Unknown

Surat dari Bunda

Anakku...
Bagaimana kabarmu, apakah kamu baik-baik saja? Di rumah, ibumu juga sehat. Sekarang ini aku sedang memandangi cermin dan fotomu. Tiba-tiba aku menjadi sadar bahwa aku sudah mulai tua. Kerut merut di wajahku sudah semakin banyak dan aku tidak cekatan lagi seperti dulu. Aku sering iri padamu yang selalu ceria, riang, aktif dan penuh dinamika. Akupun pernah mengalami seperti itu dulu.

Anakku...
Ketika menikah dengan ayahmu, aku tidak pernah membayangkan akan mempunyai anak seperti kamu. Sungguh, aku bangga padamu. Setelah engkau besar kini, aku baru sadar betapa kecilnya aku ini, betapa tidak berartinya aku. Engkau lahir dan tumbuh semata-mata karena mukjizat dan rahmat Tuhan belaka.

Tak kuingkari memang akulah yang mengandungmu selama sembilan bulan. Saat itu aku selalu gelisah menanti kelahiranmu. Aku selalu menjaga diriku agar bayi di perutku, yaitu kamu, sehat. Dengan susah payah dan sakit kulahirkan engkau. Aku termasuk beruntung karena tidak harus meninggal untuk melahirkanmu. Aku sampai menitikkan air mata bahagia saat mendengar tangis pertamamu yang lucu.

Engkau ini darah dan dagingku sendiri; engkau tumbuh dari bagian tubuhku namun engkau lahir keluar sebagai manusia yang baru sama sekali. Dalam beberapa hal kamu memang mirip aku tetapi selebihnya engkau sungguh baru.

Sejak kecil kurawat engkau dengan sangat hati-hati dan penuh kasih; engkau lebih kuperhatikan dari pada apapun yang pernah kumiliki. Kusuapi dan kususui engkau dengan air yang mengalir dari dadaku sendiri. Bila engkau menangis kugendong dan kuhibur. Kuberi engkau pakaian dan sepatu dan topi yang cocok untukmu. Tak lupa kubelikan juga mainan yang kau gemari; mobil-mobilan atau boneka-boneka yang lucu. Engkau masih ingat masa kecilmu, kan?

Setiap pagi dan sore kumandikan engkau. Bila kau ngompol atau e’ek di celana atau di popok, dengan sabar kubersihkan dan kuganti dengan yang baru.

Paling sedihlah aku, bila kamu sakit. Memang engkau waktu itu hanya makhluk kecil yang tidak berdaya, yang bisa saja kubuang ke kotak sampah atau ke selokan kalau aku mau. Tapi aku cinta padamu, engkau bagian dari hidupku sendiri. Maka kurawat engkau sungguh-sungguh, kubawa engkau ke dokter, kuusahakan agar kau mendapat vaksinasi dan makanan bergizi.

Anakku...
Pada waktu masih kecil dulu, kamu sering rewel, ngambeg bila tidak diberi uang jajan, atau sulit bila disuruh mandi. Kau ingat betapa manjanya kamu. Setiap kali kau lari ke pangkuanku bila engkau bertengkar dengan kakakmu, bila dimarahi ayah, atau bila dinakali teman-temanmu. Aku menjadi saksi untuk masa kecilmu yang manja, sehingga aku tak sempat lagi mengurus diri atau pergi sesuka hati.


Kini engkau sudah dewasa...
Aku bangga padamu, engkau harapanku. Namun aku sering sedih melihat kelakuanmu; kala engkau bermalas-malasan untuk bangun, kala bermain seharian tak tahu waktu. Hampir-hampir aku menangis bila kuingat betapa sulitnya menyuruhmu belajar, mengerjakan PR, atau mengingatkanmu untuk tidak membolos. Sepertinya kau tidak tahu bahwa ini semua demi kamu sendiri. Sungguh aku tidak bermaksud mau menyengsarakanmu dengan aturan-aturanku. Aku ingin engkau bahagia, bisa hidup pantas di tengah-tengah dunia yang penuh dengan persaingan ini. Kamu harus pandai supaya tidak mati tertelan jamanmu nanti.

Anakku...
Betapa sedihnya aku, ketika aku kau tuduh orang tua kolot, orang tua yang tidak mengikuti jaman, atau orang tua kampungan. Aku ingin dipahami bahwa kalau kusuruh kau bergaul tidak sembarangan, berpakaian yang pantas dan mau menghargai orang lain, adalah sungguh-sungguh supaya kamu menjadi manusia yang bermoral, bukan begajulan yang menghancurkan hidupnya dengan mau hidup sebebas-bebasnya.

Kau lihat betapa banyak teman sebayamu yang sudah harus berhenti sekolah untuk mengasuh anak, betapa banyak teman seusiamu jatuh pada obat bius dan pornografi. Anakku, aku tahu engkaupun tidak ingin menjadi seperti itu.

Sungguh kalau aku keras dalam hal ini karena aku tahu betapa halusnya bujukan setan dan betapa beratnya hidup yang tidak tegas terhadap yang jahat. Aku ingin kau pun memahami itu. Hatiku akan hancur bila sikapmu selalu melawan aku, bila kau selalu menganggap dirimu benar sendiri.

Setiap malam aku berdoa untukmu, tak sekejap pun engkau hilang dari hidupku. Bila aku sedang memasak di dapur, yang kubayangkan adalah kepuasan makanmu dan juga kesehatan tubuhmu. Bila aku ikut membantu bekerja, yang kuinginkan engkau tidak terhambat karena biaya. Bila kubenahi kamarmu yang selalu berantakan yang kuinginkan agar kau krasan di rumah. Bila kubelikan kau baju-baju yang modis, aku ingin kau tidak malu pada teman-temanmu. Dan bila aku merawat kesehatan tubuhku sendiri, aku hanya ingin agar aku dapat lebih lama lagi mendampingi dan menyerahkan hidup kepadamu.

Sekarang ini kamu sudah dewasa, banyak hal sudah dapat kau lakukan sendiri. Lambat laun akan terasa bahwa hidupmu memang menjadi tanggung jawabmu sendiri; tidak ada seorangpun yang dapat menggantikannya termasuk ibumu ini. Mohon jangan kecewakan aku dengan sikap keras kepalamu yang kekanak-kanakkan itu. Aku tidak cemburu kalau kamu sekarang sudah melebihi aku dalam segalanya. Aku malah bangga karena Tuhan sudah berkenan membiarkan aku ikut menyaksikan pembentukkan hidupmu. Seperti sebatang lilin, hidupku sudah meleleh habis… dan sebentar lagi pasti akan padam… untuk menerangi hidupmu, anakku. Kini engkau sendiri sudah mulai menyala, lebih terang dari yang kupunya.

Anakku...
Kalau engkau memang sulit menerima aku yang sering rewel, kolot atau lamban ini, aku mohon paling tidak kamu mau menghormati ayahmu. Sepanjang hari setiap hari selama bertahun-tahun dia bekerja keras untukmu, hingga tubuhnya lemah, hingga kulitnya kerut merut tertimpa banyak penderitaan. Cintanya padamu membuatnya tidak malu untuk bekerja di tempat-tempat yang kotor, membuatnya tahan duduk berjam-jam menangani tugas-tugas yang membosankan, dan membuatnya setia menjagai kita semua.Dia juga hanya ingin agar kita ini berbahagia.

Anakku...
Jangan sia-siakan cintanya. Jarang sekali dia mengeluh kala menghadapi beratnya beban kehidupan, tugas-tugas berat dan tuntutan anak-anaknya. Di hadapan kita, dia selalu tersenyum dan tertawa gembira. Kadang-kadang aku merasa kasihan kepadanya kalau dia tidak bisa pulang seharian, kalau tubuhnya yang sudah kecapaian itu harus dipaksa untuk bekerja lagi. Saya sendiri sering merasa bersalah karena rasanya hanya memperlakukan ayah seperti kuda beban atau sapi perahan. Kita bisa beli ini itu, bisa pergi ke sana kemari atau bermain-main dengan santai di rumah, sementara itu dia hanya puas dengan secangkir kopi dan baju yang itu itu saja, dia juga tidak mempunyai banyak waktu untuk bersantai-santai seperti kita. Sungguh anakku, aku mohon hormatilah ayahmu.

Akhirnya...
Sebagai orang tuamu aku minta maaf kalau selama ini aku kadang-kadang egois, menuntut terlalu berlebihan, kolot dan keras terhadapmu. Maafkan aku bila aku kurang mengerti kebutuhan-kebutuhan dan dunia mudamu. Kadang aku masih menganggapmu seperti anak-anak yang harus kuatur segalanya agar tidak keliru. Maafkan aku anakku, yang membuat banyak kesalahan atau malah menyengsarakanmu, yang tidak dapat mencintai dengan cara yang cocok dengan keinginanmu. Kata maaf darimu adalah hadiah yang paling kutunggu.

Anakku...
Aku sudah kangen kamu. Ingin rasanya kubisikkan aku sayang kamu. Hanya peluk ciumku untukmu.

IBU-MU
=== Salam Sabar ===

Dikutip dari Ruang Hati (Karyanto Boris)
 
Sahabat, kalau seorang ibu yang jasanya tak terkira saja minta maaf pada kita yang sesungguhnya sering merepotkannya, membuatnya terus mengelus dada, membesarkan kita selama ini.. seberapa sering kita minta maaf atas keangkuhan kita padanya? seberapa sering kita membuatnya menitikkan air mata? seberapa sering kita bermunajat pada Allah dan memohonkan ampunan untuknya? seberapa sering namanya kita sebut dalam doa-doa kita?
Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.. amiin..

Semoga bermanfaat.. ^_^ 

Indahnya Istri Shalihah

Rumah tangga bahagia? wah siapa yang tak kepingin? Ini sebuah kisah perjalanan rumah tangga seorang istri yang mencintainya suaminya semata-mata karena cintanya kepada Allah

Hari itu merupakan hari bahagiaku, alhamdulillah. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar-benar bahagia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur kepada-Nya.

Hari demi hari pun aku lalui dengan kebahagiaan bersama istri tercintaku. Aku tidak menyangka, begitu sayangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku dengan memberikan seorang pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lalai kepada-Nya. Wajahnya yang tertutup cadar, menambah hatiku tenang.

Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tenteram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang kerja, senyuman indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan, sampai saat ini aku belum bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.

Wida, begitulah nama istri shalihahku. Usianya lebih tua dua tahun dari aku. Sekalipun usianya lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras daripada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.

Sempat aku mencobanya memerintah berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakanlah aku tidak ada. Mendengar itu, istriku langsung menangis dan memelukku seraya berujar, “Apakah Aa’ (Kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena perbuatan ini?”

Aku pun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba keimanannya. Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa.

Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang teramat sangat sehingga jika aku harus menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dunia hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baik daripada istri shalihah.” (Riwayat An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahanku sudah lima bulan. Masya Allah.

Suatu malam istriku menangis tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang tengah tertidur. Merasa heran, aku pun bertanya kenapa dia menangis malam-malam begini.

Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isakan tangisnya. Aku peluk erat dan aku belai rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi, apa penyebabnya? Setahuku, istriku cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.

Akhirnya, dengan berat hati istriku menceritakan penyebabnya. Astaghfirullah…alhamdulillah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi mengidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya itu diutarakan. Terlebih malam-malam begini, dia tidak mau merepotkanku.

Demi istri tersayang, malam itu aku bergegas meluncur mencari mie ayam kesukaannya. Alhamdulillah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba kepada tukang mie (karena sudah tutup), akhirnya aku pun mendapatkannya.

Awalnya, tukang mie enggan memenuhi permintaanku. Namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itu pun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tak lama kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.

Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie tersebut berujar, “Nak, simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahagia bisa menolong kamu. Sungguh pembalasan Allah lebih aku utamakan.”

Aku terenyuh. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucapkan syukur dan tak lupa berterima kasih, aku pamit. Aku lihat senyumannya mengantar kepergianku.

“Alhamdulillah,” kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. “Allah begitu sayang kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini,” katanya. Aku pun mengaminkannya.* (Kusnadi Assaini/Hidayatullah)

Nenek Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.


Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.


"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."

Saat Anak sedang Puber

Puber.. Kata ini identik sebagai masa ketertarikan terhadap lawan jenis. Memang, hal itu bisa menjadi pertanda bahwa seorang anak sedang memasuki masa puber, yaitu masa transisi  dalam tahap perkembangan manusia dari kanak – kanak menuju dewasa. Namun, puber tak hanya berkaitan dengan ketertarikan anak pada lawan jenisnya. Masa ini merupakan masa yang demikian penting dalam perkembangan mereka. Pada masa peralihan inilah, mereka mengalami banyak ”masalah psikologis” sebagai akibat perubahan fisik, perkembangan organ seksual, psikologis, pengetahuan, sosiologis, dan tentunya emosional. Masa ini terjadi pada usia 12 – 18 tahun, seringkali disebut masa remaja. Perkembangan jasmani yang berlangsung cepat dan signifikan sangat terlihat di masa ini. Kenapa anak menjadi labil ? Tinggi dan berat badan anak tidak sebanding dengan ukuran jantung, karena tidak berkembang secepat perkembangan fisik mereka. Hal ini karena adanya tekanan yang cukup keras pada jantung, namun tidak diimbangi dengan kemampuan jantung untuk mengikuti perkembangan fisik yang cepat.

Lalu yang menjadi pertanyaan, apa yang mereka butuhkan pada masa ini ?

Mereka mulai memperhatikan lawan jenisnya dan mengakibatkan anak menyukai kecenderungan tertentu seperti perhatian dan perlakuan khusus. Mereka juga cenderung menjalin persahabatan yang erat terutama dengan teman seusia mereka. Ada sejumlah kebutuhan sosial yang cukup urgent untuk dipenuhi pada masa ini, seperti :

  1. Dihargai => anak menjadi sangat perasa, sehingga ingin dihargai oleh orang – orang di sekitar mereka.
  2. Mereka membutuhkan kemandirian untuk membuat suatu keputusan.
  3. Mereka membutuhkan tempat berkeluh kesah atau curhat untuk berbagi masalah dengan mereka.
  4. Seorang pengarah, karena terkadang kebutuhan mereka terhalang dengan pengaturan dan sistem di masyarakat.
  5. Mereka ingin diterima dan diberi dukungan oleh masyarakat, teman, dan keluarga.

            Masa puber sangat dipengaruhi oleh masa kecil mereka dan suasana yang dia alami saat ini. Hubungan anak dengan orang tua juga ikut mempengaruhi mereka. Biasanya pada masa ini mereka mudah terlihat murung dan tak sedikit yang suka menyendiri. Selain itu, kondisi ekonomi dan sosial keluarga juga berpengaruh dan biasanya memberi dampak negatif pada anak.

            Mengenai penyimpangan yang terjadi di usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kawan yang tidak baik bisa mengarahkan mereka pada perilaku yang tidak baik juga, mengingat pada masa ini anak biasanya menganggap teman dekat mereka sebagai keluarga sendiri, hal ini memudahkan pengaruh yang luar biasa pada anak. Bahkan, bisa jadi ia mengalami pengalaman seksual yang tidak menyenangkan dari teman lawan jenisnya. Ada pula yang berpikiran berpindah gender, mereka berpikir bahwa sebenarnya ia tidak ditakdirkan untuk menjadi gender seperti saat ini.

            Pada masa ini pikiran anak sangat kritis, bahkan perkembangan kecerdasannya bisa mencapai 95%. Hal ini yang menyebabkan anak yang memasuki usia pubertas harus dibimbing untuk mengisi waktunya dengan kegiatan – kegiatan positif. Orang tua harus menjalin hubungan yang harmonis dengan anak, agar ia terbiasa menceritakan segala permasalahannya dan mengungkapkan keinginannya pada keluarga. Jangan lupa untuk menanamkan kepercayaan pada anak dan berikan ia kesempatan untuk memberi pendapat. Ikiutsertakan anak dalam kegiatan keluarga. Hal ini sangat penting, karena jika mereka merasa tidak mendapatkan  apa yang mereka mau, maka mereka akan merasa bahwa mereka masih bisa memperoleh keinginannya dari teman – teman mereka.

Tulisan tentang Menulis

Mengapa seseorang menulis ? Saya yakin jawabannya akan selalu beragam, tentunya sejumlah dengan orang yang kita tanyakan. Motif untuk menulis pun kemudian jadi bermacam – macam. Dari mulai orang yang memang sudah concern menulis, memang ingin menyampaikan gagasannya lewat tulisan disertai pengalaman yang luar biasa menginspirasi. Ada pula yang menulis untuk belajar, ingin mulai belajar merekam setiap yang singgah di kepala untuk ditulis. Begitu mungkin yang juga saya alami. Jadi dianggap wajar ketika terdapat kesalahan diksi dimana – mana, pemilihan tema yang tak terlalu menarik, atau cara mempublikasikannya tidak tepat.
Modal utama menulis sebenarnya adalah keberanian untuk berimajinasi menuangkan setiap fenomena yang ada kepada kata – kata. Hasilnya ? Belum tentu diterima memang, tapi itulah esensinya. Jangan menulis kalau enggan dikritik. Karena esensi kritik itu sendiri yang kemudian dapat membenahi tulisan kita. Memang tak salah, karena terdapat perbedaan pada masing – masing individu untuk menginterpretasikan fenomena yang terjadi di kelopak mata. Tak mungkin menyamakan persepsi setiap orang, karena semua akan bergantung pada pengalaman masing – masing orang.
Tapi, memang sebuah dilema kala menulis kemudian dipertanyakan. Menulis pada dasarnya adalah suatu media pembiasaan diri untuk belajar menerima segala perbedaan yang terjadi. Selain itu, menulis juga merupakan cara memanfaatkan waktu luang yang cukup efektif dengan berbagi pengalaman dan gagasan juga tentunya.
Menulis memang terlihat sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan, selama tak buta huruf, pasti setiap orang dapat melakukannya. Tapi nilai kemudahan itu sendiri juga relatif, tergantung pada apa yang ditulisnya. Begitu pula dengan siapa yang menulisnya. Kalau menulis diartikan sebagai aktivitas biasa seperti berjalan dan bercerita, memang mudah. Tapi kalau diartikan menjadi sebuah keterampilan, pasti akan mempertanyakan kembali makna kemudahannya. Analoginya seperti ini, setiap orang memang bisa menendang bola, tapi belum tentu setiap orang adalah pemain bola yang handal.
Sampai disini apakah masih dapat memandang secara objektif bahwa menulis itu mudah ? Karena sesungguhnya kata “mudah” atau “sulit” nilainya relatif, akan dikembalikan kepada siapa yang menyatakannya. Rumah seharga 500juta mungkin murah bagi para pengusaha yang sudah bergelimang harta, tapi bagi para pengemis di jalan, mendapatkan 500 rupiah saja sesuatu yang sulit, apalagi 500juta. Begitu halnya dengan menulis, mungkin seorang penulis buku atau novel, menulis adalah hal yang mudah. Tapi, bagi pemula yang masih baru dalam dunia menulis seperti saya, terlihat agak sulit sebenarnya. Terkadang, bingung tentang tema yang akan dipilih atau isi yang akan dieksposisikan dalam tulisan. Mungkin lebih tepatnya, muncul pertanyaan setelah menulis, mau dijadikan sebuah keterampilan atau hanya aktivitas mengisi kekosongan waktu ?
Kalau aku, ingin menulis untuk keduanya. Karena mengisi kekosongan waktu tanpa keterampilan pun terkadang jadi tak bermakna. Sama halnya dengan menulis yang saya lakukan. Saya hanya ingin menulis. Menulis dan terus menulis. Selama tinta yang tersimpan masih berisikan kata. Selama nada hati masih terus menari dengan gemulainya. Dan saya akan terus menulis dengan pena hati yang bertahtakan gemintang. Seperti ucapan “lonceng akan dikatakan lonceng jika dapat berbunyi dan lampu dikatakan lampu jika dapat menerangi”, begitulah menulis. Tulisan akan dianggap tulisan jika memang ada yang tertulis di dalamnya. Jadi, untuk terus menulis, tak perlu ragu lagi. Hanya tinggal meleburkan kata mudah dan sulit dalam satu bejana, yang kemudian bersatu, bahkan bisa menjadi ide tulisan itu sendiri. Mengenai hasilnya, biarlah orang yang membacanya menginterpretasi sesuai pandangannya masing – masing. Toh, itu juga yang akan memperkaya tulisan kita.

Jakarta, 24 desember 2009. 21 : 50

Hikmah dari Sekantong Paku

Konon Ahmad adalah anak yang sulit diatur. Sifatnya yang sangat mudah marah dan keras kepala, menjadikannya sering bertengkar dan berkata kasar kepada orang lain.
Suatu hari, ayahnya memanggilnya lalu memberikan sekantong paku kepadanya, “Nih, tiap kali kau bertengkar atau berkata kasar kepada siapapun, tancapkan sebatang paku di pagar itu,” kata ayahnya.
Di hari pertama, Ahmad menancapkan sebanyak 32 batang paku di pagar. Dan setelah seminggu berlalu, ia demikian terkejut mellihat banyaknya paku-paku yanng tertancap di pagar. Ia pun memutuskan untuk lebih mengendalikan dirinya dan mengurangi jumlah paku yang harus dia tancapkan tiap hari.
Ternyata benar, ia berhasil mengurangi jumlah paku yang harus ditancapkannya tiap hari dan saat itulah ia mulai sadar bagaimana cara mengendalikan diri. Baginya, hal tersebut lebih mudah daripada harus menancapkan paku di pagar setiap hari.
Demikian Ahmad melalui hari-hari berikutnya, hingga tibalah suatu hari dimana ia tidak lagi menancapkan sebatang paku pun di pagar! Ketika itulah Ahmad melapor kepada ayahnya, dan mengatakan bahwa ia tidak perlu lagi menancapkan sebatang paku pun.
Sang ayah pun berkata kepadanya, “Hmmm... baiklah, sekarang cabutlah sebatang paku setiap harinya, jika kamu berhasil melewati hari itu tanpa berkata kasar, mengeluh, atau bertengkar dengan siapapun.”
Hari demi hari berlalu cukup lama hingga akhirnya Ahmad berhasil mencabut seluruh paku di tersebut. Ia pun melapor kepada ayahnya bahwa seluruh paku di pagar telah dicabutnya kembali. Maka ayahnya mengajaknya ke pagar sembari berkata, “Hmmm... bagus bagus, kerjaanmu cukup baik. Tapi coba perhatikan lubang-lubang bekas paku yang kau tancapkan di pagar, ia takkan kembali seperti sediakala! Wahai anakku, ketika kamu bertengkar dan marah dengan seseorang, kamu akan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Kamu meninggalkan mereka dengan luka yang dalam seperti lubang-lubang yang kau lihat ini. Benar, kau bisa saja menikam seseorang lalu mencabut pisau tadi dari perutnya, akan tetapi, kau pasti akan meninggalkan bekas lukanya tetap ada, dan ingatlah bahwa luka akibat lisanmu adalah lebih menyakitkan daripada tikaman.”
sumber : Buku "Lisanmu adalah Surgamu" oleh Sufyan bin Fuad Baswedan

kita seringkali lupa bahwa berbicara itu merupakan mukjizat dan hadiah yang ajaib untuk kita.. saudaraku, ingatlah, lisanmu bisa menjadi alasan Allah mengangkatmu ke jannah-Nya, tapi lisan pun dapat menjadi alasan Allah menjatuhkanmu ke jahanam-Nya.. semoga lisan kita membawa kita pada jannah-Nya.. :)

istimewanya wanita..

Ketika wanita menangis, itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya, melainkan justru berarti dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya.

Ketika wanita menangis, itu bukan berarti dia tidak berusaha menahannya, melainkan karena pertahanannya sudah tak mampu lagi membendung air matanya.

Ketika wanita menangis, itu bukan karena dia ingin terlihat lemah, melainkan karena dia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat.

Mengapa wanita menangis? Karena wanita juga seorang manusia yang memiliki perasaan. Wanita tidak pernah menuntut banyak kecuali pengertian. Kadang wanita terlihat manja, banyak maunya,atau mungkin di mata pria, wanita hanyalah makhluk yang menyusahkan.

Tapi ketahuilah,wanita masih tetap berdiri tegar meski pria telah menghantamnya dengan banyak rasa sakit yang mendera.Wanita masih tetap seperti orang yang sama,ketika pria berusaha pergi dan menghindar lantas datang kembali membawa asa.

Meski wanita terlihat tidak peduli, meski wanita terlihat mengacuhkan, tapi percayalah jauh dilubuk hatinya,wanita punya sejuta doa untuk pria. Karena wanita ditakdirkan untuk berpasangan, tidak untuk menjalani kesendirian.

Wanita memang selalu tampak berlebihan dalam mengeksplorasi perasaannya, itulah mengapa anak selalu terlahir dari rahim kaum wanita. Karena Allah ciptakan ruang luas di bawah hati wanita untuk tempat bernaungnya hasil-hasil cinta.

kenapa harus wanita shalihah?

Terkadang orang heran dan bertanya, kenapa harus mereka?


Yang bajunya panjang, tertutup rapat, dan malu-malu kalau berjalan..

Aku menjawab.. Karena mereka, lebih rela bangun pagi menyiapkan sarapan buat sang suami dibanding tidur bersama mimpi yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan lain saat ini..

Ada juga yang bertanya, mengapa harus mereka?

Yang sama laki-laki-pun tak mau menyentuh, yang kalau berbicara ditundukkan pandangannya.. Bagaimana mereka bisa berbaur…

Aku menjawab.. Tahukah kalian.. bahwa hati mereka selalu terpaut kepada yang lemah, pada pengemis di jalanan, pada perempuan-perempuan renta yang tak lagi kuat menata hidup. Hidup mereka adalah sebuah totalitas untuk berkarya di hadapan-Nya.. Bersama dengan siapapun selama mendatangkan manfaat adalah kepribadian mereka.. Untuk itu, aku menjamin mereka kepadamu, bahwa kau takkan rugi memiliki mereka, kau takkan rugi dengan segala kesederhanaan, dan kau takkan rugi dengan semua kepolosan yang mereka miliki.. Hati yang bening dan jernih dari mereka telah membuat mereka menjadi seorang manusia sosial yang lebih utuh dari wanita di manapun..


Sering juga kudengar.. Mengapa harus mereka?


Yang tidak pernah mau punya cinta sebelum akad itu berlangsung, yang menghindar ketika sms-sms pengganggu dari para lelaki mulai berdatangan, yang selalu punya sejuta alasan untuk tidak berpacaran.. bagaimana mereka bisa romantis? bagaimana mereka punya pengalaman untuk menjaga cinta, apalagi jatuh cinta?

Aku menjawab..

Tahukah kamu.. bahwa cinta itu fitrah, karena ia fitrah maka kebeningannya harus selalu kita jaga. Fitrahnya cinta akan begitu mudah mengantarkan seseorang untuk memiliki kekuatan untuk berkorban, keberanian untuk melangkah, bahkan ketulusan untuk memberikan semua perhatian.

Namun, ada satu hal yang membedakan antara mereka dan wanita-wanita lainnya.. Mereka memiliki cinta yang suci untuk-Nya.. Mereka mencintaimu karena-Nya, berkorban untukmu karena-Nya, memberikan segenap kasihnya padamu juga karena-Nya… Itulah yang membedakan mereka..

Tak pernah sedetikpun mereka berpikir, bahwa mencintaimu karena fisikmu, mencintaimu karena kekayaanmu, mencintaimu karena keturunan keluargamu.. Cinta mereka murni.. bening.. suci.. hanya karena-Nya..

Kebeningan inilah yang membuat mereka berbeda… Mereka menjadi anggun, seperti permata-permata surga yang kemilaunya akan memberikan cahaya bagi dunia. Ketulusan dan kemurnian cinta mereka akan membuatmu menjadi lelaki paling bahagia..


Sering juga banyak yang bertanya.. mengapa harus mereka?


Yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dibanding ke salon, yang lebih sering menghabiskan harinya dari kajian ke kajian dibanding jalan-jalan ke mall, yang sebagian besar waktu tertunaikan untuk hajat orang banyak, untuk dakwah, untuk perubahan bagi lingkungannya, dibanding kumpul-kumpul bersama teman sebaya mereka sambil berdiskusi yang tak penting.


Bagaimana mereka merawat diri mereka? bagaimana mereka bisa menjadi wanita modern?

Aku menjawab..

Tahukah kamu, bahwa dengan seringnya mereka membaca al Qur’an maka memudahkan hati mereka untuk jauh dari dunia.. Jiwa yang tak pernah terpaut dengan dunia akan menghabiskan harinya untuk memperdalam cintanya pada Allah.. Mereka akan menjadi orang-orang yang lapang jiwanya, meski materi tak mencukupi mereka, mereka menjadi orang yang paling rela menerima pemberian suami, apapun bentuknya, karena dunia bukanlah tujuannya. Mereka akan dengan mudah menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan orang banyak dibanding menghabiskannya untuk diri sendiri. Kesucian ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang terbiasa dengan al Qur’an, terbiasa dengan majelis-majelis ilmu, terbiasa dengan rumah-Nya.

Jangan khawatir soal bagaimana mereka merawat dan menjaga diri… Mereka tahu bagaimana memperlakukan suami dan bagaimana bergaul di dalam sebuah keluarga kecil mereka. Mereka sadar dan memahami bahwa kecantikan fisik penghangat kebahagiaan, kebersihan jiwa dan nurani mereka selalu bersama dengan keinginan yang kuat untuk merawat diri mereka. Lalu apakah yang kau khawatirkan jika mereka telah memiliki semua kecantikan itu?

Dan jangan takut mereka akan ketinggalan zaman. Tahukah kamu bahwa kesehariannya selalu bersama dengan ilmu pengetahuan.. Mereka tangguh menjadi seorang pembelajar, mereka tidak gampang menyerah jika harus terbentur dengan kondisi akademik. Mereka adalah orang-orang yang tahu dengan sikap profesional dan bagaimana menjadi orang-orang yang siap untuk sebuah perubahan. Perubahan bagi mereka adalah sebuah keniscayaan, untuk itu mereka telah siap dan akan selalu siap bertransformasi menjadi wanita-wanita hebat yang akan memberikan senyum bagi dunia.

Dan sering sekali, orang tak puas.. dan terus bertanya.. mengapa harus mereka?

Pada akhirnya, akupun menjawab…

Keagungan, kebeningan, kesucian, dan semua keindahan tentang mereka, takkan mampu kau pahami sebelum kamu menjadi lelaki yang shalih seperti mereka..

Yang pandangannya terjaga.. yang lisannya bijaksana.. yang siap berkeringat untuk mencari nafkah, yang kuat berdiri menjadi seorang imam bagi sang permata mulia, yang tak kenal lelah untuk bersama-sama mengenal-Nya, yang siap membimbing mereka, mengarahkan mereka, hingga meluruskan khilaf mereka…

Kalian yang benar-benar hebat secara fisik, jiwa, dan iman-lah yang akan memiliki mereka. Mereka adalah bidadari-bidadari surga yang turun ke dunia, maka Allah takkan begitu mudah untuk memberikan kepadamu yang tak berarti di mata-Nya… Allah menjaga mereka untuk sosok-sosok hebat yang akan merubah dunia. Menyuruh mereka menunggu dan lebih bersabar agar bisa bersama dengan para syuhada sang penghuni surga… Menahan mereka untuk dipasangkan dengan mereka yang tidurnya adalah dakwah, yang waktunya adalah dakwah, yang kesehariannya tercurahkan untuk dakwah.. sebab mereka adalah wanita-wanita yang menisbahkan hidupnya untuk jalan perjuangan.

Allah mempersiapkan mereka untuk menemani sang pejuang yang sesungguhnya, yang bukan hanya indah lisannya.. namun juga menggetarkan lakunya.. Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang yang malamnya tak pernah lalai untuk dekat dengan-Nya.. yang siangnya dihabiskan dengan berjuang untuk memperpanjang nafas Islam di bumi-Nya.. Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang yang cintanya pada Allah melebihi kecintaan mereka kepada dunia.. yang akan rela berkorban, dan meninggalkan dunia selagi Allah tujuannya.. Yang cintanya takkan pernah habis meski semua isi bumi tak lagi berdamai kepadanya.. Allah telah mempersiapkan mereka untuk lelaki-lelaki shalih penghulu surga…

Seberat itukah?

Ya… Takkan mudah.. sebab surga itu tidak bisa diraih dengan hanya bermalas-malasan tanpa ada perjuangan…


  Oleh: Yusuf Al Bahi

kenapa harus ada duka?


Saat kesulitan melanda, terkadang kita tak sadar bahwa duka itu ada sebagai bukti bahwa Allah masih sayang pada kita. Orang yang berjiwa positif akan berpikir, sifat manusia lemah, serba terbatas, kekurangan, dan butuh orang lain. Duka ada untuk mengingatkan kita bahwa kita adalah manusia.

Saat menghadapi duka, jiwa dan pikiran pun akan semakin matang manakala bisa bertahan saat diberi ujian oleh Allah. Allah menciptakan kegagalan dan musibah tak mungkin tak bertujuan. Dalam setiap musibah ada pelajaran yang dapat kita petik, baik untuk perbaikan di masa mendatang maupun untuk bisa kita hindari kelak.

Selain itu, musibah adalah cara bagi Allah untuk menghilangkan dosa kita. Jika kepedihan hati itu bisa kita balas dengan keteguhan hati, maka berguguranlah dosa – dosa yang lalu insyaAllah. Tak hanya itu, Allah menambah derajat kita lewat ujian yang diberikan pada kita.

Ingat, ending sebenarnya dari kehidupan kita bukan di dunia, tapi di akhirat. Itulah balasan yang sesungguhnya bagi kita bila menghadapi berbagai musibah, bertawakkallah dan jadikan dirimu setegar batu karang, karena ketika kita diberi ujian sebenarnya Allah tengah mempersiapkan berbagai ganjaran penghargaan atas ketabahan kita.

Allohu’ alam..