Saturday, December 17, 2011

Tulisan tentang Menulis

Mengapa seseorang menulis ? Saya yakin jawabannya akan selalu beragam, tentunya sejumlah dengan orang yang kita tanyakan. Motif untuk menulis pun kemudian jadi bermacam – macam. Dari mulai orang yang memang sudah concern menulis, memang ingin menyampaikan gagasannya lewat tulisan disertai pengalaman yang luar biasa menginspirasi. Ada pula yang menulis untuk belajar, ingin mulai belajar merekam setiap yang singgah di kepala untuk ditulis. Begitu mungkin yang juga saya alami. Jadi dianggap wajar ketika terdapat kesalahan diksi dimana – mana, pemilihan tema yang tak terlalu menarik, atau cara mempublikasikannya tidak tepat.
Modal utama menulis sebenarnya adalah keberanian untuk berimajinasi menuangkan setiap fenomena yang ada kepada kata – kata. Hasilnya ? Belum tentu diterima memang, tapi itulah esensinya. Jangan menulis kalau enggan dikritik. Karena esensi kritik itu sendiri yang kemudian dapat membenahi tulisan kita. Memang tak salah, karena terdapat perbedaan pada masing – masing individu untuk menginterpretasikan fenomena yang terjadi di kelopak mata. Tak mungkin menyamakan persepsi setiap orang, karena semua akan bergantung pada pengalaman masing – masing orang.
Tapi, memang sebuah dilema kala menulis kemudian dipertanyakan. Menulis pada dasarnya adalah suatu media pembiasaan diri untuk belajar menerima segala perbedaan yang terjadi. Selain itu, menulis juga merupakan cara memanfaatkan waktu luang yang cukup efektif dengan berbagi pengalaman dan gagasan juga tentunya.
Menulis memang terlihat sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan, selama tak buta huruf, pasti setiap orang dapat melakukannya. Tapi nilai kemudahan itu sendiri juga relatif, tergantung pada apa yang ditulisnya. Begitu pula dengan siapa yang menulisnya. Kalau menulis diartikan sebagai aktivitas biasa seperti berjalan dan bercerita, memang mudah. Tapi kalau diartikan menjadi sebuah keterampilan, pasti akan mempertanyakan kembali makna kemudahannya. Analoginya seperti ini, setiap orang memang bisa menendang bola, tapi belum tentu setiap orang adalah pemain bola yang handal.
Sampai disini apakah masih dapat memandang secara objektif bahwa menulis itu mudah ? Karena sesungguhnya kata “mudah” atau “sulit” nilainya relatif, akan dikembalikan kepada siapa yang menyatakannya. Rumah seharga 500juta mungkin murah bagi para pengusaha yang sudah bergelimang harta, tapi bagi para pengemis di jalan, mendapatkan 500 rupiah saja sesuatu yang sulit, apalagi 500juta. Begitu halnya dengan menulis, mungkin seorang penulis buku atau novel, menulis adalah hal yang mudah. Tapi, bagi pemula yang masih baru dalam dunia menulis seperti saya, terlihat agak sulit sebenarnya. Terkadang, bingung tentang tema yang akan dipilih atau isi yang akan dieksposisikan dalam tulisan. Mungkin lebih tepatnya, muncul pertanyaan setelah menulis, mau dijadikan sebuah keterampilan atau hanya aktivitas mengisi kekosongan waktu ?
Kalau aku, ingin menulis untuk keduanya. Karena mengisi kekosongan waktu tanpa keterampilan pun terkadang jadi tak bermakna. Sama halnya dengan menulis yang saya lakukan. Saya hanya ingin menulis. Menulis dan terus menulis. Selama tinta yang tersimpan masih berisikan kata. Selama nada hati masih terus menari dengan gemulainya. Dan saya akan terus menulis dengan pena hati yang bertahtakan gemintang. Seperti ucapan “lonceng akan dikatakan lonceng jika dapat berbunyi dan lampu dikatakan lampu jika dapat menerangi”, begitulah menulis. Tulisan akan dianggap tulisan jika memang ada yang tertulis di dalamnya. Jadi, untuk terus menulis, tak perlu ragu lagi. Hanya tinggal meleburkan kata mudah dan sulit dalam satu bejana, yang kemudian bersatu, bahkan bisa menjadi ide tulisan itu sendiri. Mengenai hasilnya, biarlah orang yang membacanya menginterpretasi sesuai pandangannya masing – masing. Toh, itu juga yang akan memperkaya tulisan kita.

Jakarta, 24 desember 2009. 21 : 50

No comments:

Post a Comment